Tidak
henti-hentinya rusuh suporter mewarnai drama persepakbolaan Indonesia, baik di
kompetisi amatir maupun liga professional. Rusuh tidak hanya terjadi antar suporter
lawan tetapi dengan sesama suporter sendiri.
Walaupun
sudah sering terjalin komunitas suporter damai baik melalui komunikasi antar
pengurus suporter maupun lewat media sosial on lines, juga belum bisa menjamin
bentrok suporter di lapangan. Apalagi lewat dunia maya juga salah satu penyebab
terjadinya suporter anarkis, dengan grup facebook yang namanya terkadang
menyudutkan atau melecehkan nama suporter lain.
Di
pentas liga profesionalpun masih sering terdengar nyanyian suporter yang
sepertinya tidak asing di telinga kita …
“BANTAI … BANTAI …
BANTAI PERS???? … BANTAI PERS???? … SEKARANG JUGA”
“PERS???? ASU DIBUNUH
SAJA …”
Di
media sosial masih terjadi perang komentar yang memicu langgengnya perseteruan
antar suporter. Aremania-Bonek dan The Jak-Viking adalah salah satu contoh
perseteruan abadi yang entah kapan akan berakhir, ditambah lagi dengan suporter
lain (merasa eksis) yang ikut-ikutan merasa jadi saudaranya dengan mengecilkan
keberadaan suporter lain.
Seperti contoh sebagian
kasus yang pernah terjadi diantaranya:
1) Seorang
pendukung kesebelasan PSIS Semarang bernama Ovik Arangga (19) dari kelompok
Snex tewas dalam tawuran antar suporter sesama Semarang lainnya yakni Panser
Biru (14-1-2012)
2)
Tiga orang menjadi korban pengeroyokan
usai laga lanjutan Indonesia Super League (ISL) antara Persija menghadapi
Persib. Tiga orang itu bernama Lazuardi, Rangga Cipta Nugraha dan Dani Maulana
(27-5-2012)
3)
Tegar Saputra (15). Suporter yang
berasal dari kelompok Asykar Theking itu tewas, peristiwa bermula saat sesama
pendukung PSPS, kelompok Asykar Theking dan Curva Nord 1955 akan menyaksikan
pertandingan PSPS (10/3/2013).
4) Salah
satu suporter Persiba Bantul bernama Jupita meninggal dunia usai terlibat
bentrok antara kelompok suporter
Paserbumi dengan pendukung Persiba
lainnya, Curva Nord Famiglia (8-2-2014)
Menghadapi
kasus di atas keberadaan Panpel dan Koorlap suporter tidak bisa bekerja sendiri
tanpa dukungan dari aparat keamanan. Karena kasus tidak hanya terjadi di area
stadion, tetapi sudah sering terjadi di dalam stadion hanya terjadi gesekan
saling ejek, tetapi di luar stadion terjadi bentrok yang hebat.
Aparat
keamanan juga harus mengambil keputusan yang tepat saat situasi dapat diatasi
dengan damai tak perlu bertindak secara berlebihan, bahkan bertindak yang
justru memicu bentrokan.
Yang
perlu dipahami bersama adalah Rivalitas hanya 90+ menit yang akhirnya ada satu
pemenang.
Tuan
rumah utamanya para suporter jangan memaksakan kemenangan kalau memang tim tamu
bermain lebih baik. Pemain lawan bukan orang yang harus dihina agar menyerah di
hadapannya, suporter tamu bukan hanya serombongan kelompok penonton yang tidak
boleh sekehendak hatinya bernyanyi yel yel seperti dirinya sebagai tuan rumah.
1 comment:
website me
website me
website me
website me
Post a Comment