Apa yang terlintas di pikiran kita tentang
“Perempuan”, pasti kata-kata cantik, indah, lemah gemulai, sosok yang halus dan
dipuja-puja. Masih saja tertanam di sebagian besar masyarakat yang menganggap
bahwa perempuan harus taat pada suami dan menurut semua keputusan yang diambil
suami sebagai kepala rumah tangga. Bahkan kata-kata rayuan lebih sering
ditujukan pada sosok perempuan “Wajahnya indah bak bulan purnama”
Pada dunia olahraga juga masih terpikir bahwa
perempuan juga identik dengan keindahan. Ada contoh keberadaan perempuan pada
pembelajaran olahraga, Pada lembaga pendidikan setingkat SMA ada seorang guru
baru yang cantik dengan wajah mirip artis Alisa Subandono dan dikenalkan pada
siswa dengan data lengkap dari nama, jenis kelamin, usia sampai jejak rekam
prestasi saat menjadi atlit dengan piagam maupun medali yang diraihnya, tetapi
tetap saja sebagian siswa lebih tertarik pada sosok perempuannya yang cantik
bak selebriti daripada prestasi olahraganya.
·
Dua petinju wanita yang sama-sama terluka dan berdarah?
·
Apa yang terlintas di benak masyarakat awam saat nonton senam aerobik?
·
Yang terlintas di benak anda melihat kompetisi binaragawati?
·
Bola voli pantai dengan atlit wanita?
·
Cosser wanita?
1.Apa alasan mencegah
perempuan terlibat dalam olahraga ?
Mengingat
perempuan ideal adalah sosok yang halus, dipuja-puja dan berada di atas
kenyataan hidup maka pada masa Ratu Victoria di Inggris sangat dipelihara citra
keperempuanannya dengan diperlukannya kepasifan, ketaatan pada suami,
kehati-hatian dalam bertindak dan kejelitaan. Jadi olahraga tidak cocok untuk
perempuan karena olahraga itu sendiri memiliki makna sosiologis bahwa olahraga
dikontraksi oleh nilai dan pengalaman laki-laki.
Menurut
logika bahwa jender merupakan warna yang kuat dalam praktik olahraga, misal
seorang pelatih menggunakan kecaman “Jangan bermain seperti cewek” atau ada
seorang penonton yang mencemooh pemain yang gagal mengeksekusi tendangan
penalty “Orang hamil saja bisa melakukannya”.
Jadi
dengan latar belakang seperti itu ada alasan mencegah keterlibatan perempuan
dalam olahraga dengan alasan sistem kepercayaan masyarakat :
·
Atlit perempuan
akan berotot keras dan kuat
·
Perempuan tidak
cukup kuat secara fisiologis atau psikologis untuk bertanding dalam kompetisi yang
berat.
2.Implikasinya terhadap
perkembangan wanita.
Sekarang
ini perempuan pada awalnya memiliki pilihan olahraga yang bersifat lady-like,
yakni olahraga yang mensyaratkan lemah gemulai, daya tarik lawan jenis, kecil mungil,
tidak membutuhkan lapangan luas, kelenturan, dan keseimbangan. Bahkan, pada era
ini keterlibatan perempuan dalam berbagai program kebugaran (misalnya senam
aerobik dan latihan beban) dalam rangka apa yang disebut sebagai olahraga kosmetik,
upaya mempercantik diri.
Pada
awalnya ada beberapa jenis olahraga kompetitif (basket) dan olahraga sangat
maskulin (tinju, gulat, balap motor), peminggiran eksistensi perempuan ini
lebih tampak. Di dalam jenis olahraga ini laki-laki adalah pelaku; mereka
membuat keputusan, memainkan pertandingan, dan mendapatkan nilai atas keterampilannya.
Adapun perempuan adalah penonton; mereka berada di garis tepi sebagai kepingan
pertunjukan untuk mewakili timnya atau dengan menghibur pendukung ketika pemain
sedang istirahat. Atlet laki-laki adalah pertunjukan utama, sedang cheerleader
dalam basket, pembawa tanda ronde dalam tinju, dan umbrella girl dalam balap motor adalah pertunjukan
sampingan.
Dan
sekarang ini perempuan cenderung tidak hanya sebagai penonton atau penghibur
saja tetapi sudah menjadi pelakunya. Seperti sepakbola wanita, voli wanita,
basket dan olahraga keras sekalipun, seperti tinju ada Laila Ali.
No comments:
Post a Comment