Selain masalah-masalah yang ada dalam lingkup
terpuruknya prestasi olahraga dan solusinya yang sudah dijelaskan secara gambling
oleh pakar-pakar olahraga baik di lingkup kemenpora maupun pemerhati olahraga
lainnya, berikut 3 permasalahan lagi dan solusi untuk mengatasinya. Diantaranya
:
1.Aturan
atau pasal-pasal dalam UU RI no 3 tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional yang justru menghambat majunya prestasi olahraga.
UU SKN melarang pejabat publik jadi pengurus KONI,
tetapi boleh memimpin. Sekarang saja masih ada kurang lebih 46 % KONI Provinsi
yang dijabat Kepala daerah/wakil Kepala daerah.
Solusinya
:
Karena hubungannya dengan pendanaan menurut saya,
pasal yang mengatur itu direvisi saja. Biarkan rakyat yang menentukan, mengenai
organisasi KONI dijadikan kendaraan politik biarlah itulah resiko demokrasi
transisi. Jangan ada lagi komplek olahraga yang menghabiskan uang milyaran
rupiah seperti di kota-kota bekas penyelenggaraan PON mangkrak gara-gara belum
ada keputusan antar kementrian maupun antar pemerintah pusat atau daerah. Yang
penting bagi saya olahraga dapat didanai lagi seperti yang dulu, tidak dengan
permainan pasal demi pasal yang akhirnya malah pro dan kontra antara Pemerintah
dan Parlemen. Mengenai ada sementara orang yang mengatakan pejabat publik gila
kekuasaan kalau memimpin KONI secara pribadi saya kurang setuju, pejabat publik
yang ingin memajukann olahraga dapat terhambat karena ada aturan-aturan di
dalam pasal itu. Mengenai ketakutan kita akan terjadinya kongkalikong dengan
pengurus cabang olahraga tertentu, biarlah masuk pada ranah hukum yang ada,
buat apa KPK, Satgas Mafia hukum, Kepolisian, Kejaksaan, LSM dan lain-lain.
2.Pelatih
yang bekerja tidak proporsional.
Banyaknya pelatih-pelatih olahraga yang menyampaikan
ilmu kepelatihan yang bekerja setengah-setengah (tidak maksimal), artinya masih
ada pelatih yang melatih lebih dari satu klub olahraga dengan berdalih
pembagian waktu latihan dapat dinegosiasi.
Bahkan pelatih sekelas Tim nasional ada yang masih
merangkap (Nyambi) dengan klub olahraga lain, saat latihan Timnas
mendelegasikan asisten pelatih.
Solusinya
:
Perekrutan pelatih harus ada perjanjian selain SK,
ada syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya konsentrasi dengan tim yang
dilatih (tidak melatih di klub lain) ini memang sukar dihilangkan, karena
kebanyakan pelatih Timnas begitu selesai suatu turnamen, pelatih kembali
melatih di klub lagi.
3.Kurikulum
sekolah yang tidak memihak olahraga.
Adalah kenyataan bahwa olahraga dianggap mata
pelajaran yang kurang mendapat tempat dalam kurikulum sekolah, untuk tingkat
dasar atau setara dengan sekolah dasar yang seharusnya dapat menjadi titik
tolak pembinaan olahraga usia muda di Indonesia ternyata porsinya termasuk
kategori olahraga pendidikan saja, yang satu minggunya maksimal 3 jam, dan itu
diperparah lagi dengan kegiatan olahraga yang diadakan Dinas Pendidikan Pemuda
dan Olahraga yaitu POPDA yang event atau cabang olahraganya hampir tidak
terealisasi di SD yang mengedepankan olahraga pendidikan.
Solusinya
:
Berikan tambahan waktu atau jam pelajaran untuk
bidang studi olahraga, dilain pihak konsep olahraga pendidikan ditambah lagi
dengan olahraga prestasi. Buat apa Perguruan Tinggi dan Institusi yang membuka Fakultas
Ilmu Keolahragaan mencetak tenaga pengajar melalui PGPJSD yang materi kuliahnya
sangat berbobot kalau diterapkan di Sekolah Dasar. Dalam hal ini pemerintah
sudah mendapat point dan dapat memberdayakan ilmu kepelatihan yang dimiliki
alumnus-alumnus Fakultas Ilmu Keolahragaan !
1 comment:
Cabang olahraga di Indonesia siapa yang peduli? Kalau ada yang mau menjadi Ketum atau pembina olahraga pasti ada maunya, entah mendekati momen pileg/pilpres ... Begitu juga salah para pengurus cabangnya, seperti dinasti saja, pengurus cabang olahraganya ya orang-orang terdekat. Tidak mau melihat kemempuan manajemen seseorang, tetapi dilihat baju luarnya saja
Post a Comment